Rumah Dinas Diteropong KPK, Penghuni Liar, Terancam Digusur
BELAKANGAN ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus berupaya menertibkan penguasaan aset-aset Negara.yang berada di bawah naungan mereka-mereka yang tak berhak. Tapi sayangnya, upaya itu masih sebatas difokuskan di ibu kota Jakarta. Padahal jika ditilik di daerah, hal serupa juga banyak dijumpai.Terutama di kota Medan. Sebut saja di bilangan Jalan Gunung Krakatau, Medan. Di sana ada
beberapa asset negara seperti komplek DPR, komplek Pemda Tk II Kodya Medan. Begitu juga di kawasan Tj Sari, di sana ada komplek Pemda Tk I, perumahan Polri dan sebagainya. Di Sunggal, ada komplek perumahan hakim. "Kalau kita data satu persatu, rumah-rumah dinas itu hanya sebagian kecil saja yang ditempati oleh orang yang tepat. Komplek Dinas DPR, seharusnya yang menempati harus anggota legislatif, komplek perumahan hakim seharusnya ditempati hakim dan seterusnya," ujar Jayamuddin Barus SE.Ak, Direktur Eksekutif DPP
LSM Perjuangan Politik Hukum dan Ekonomi (PPHE).
Parahnya lagi ujar pria berbadan tambun itu, ada beberapa lahan atau
rumah yang sudah beralih. Tak lagi sebagai asset, tetapi sudah disulap menjadi milik pribadi tanpa melalui proses yang semestinya. Dalam hal seperti itu (peralihan jadi milik pribadi-red) katanya, Kejaksaan dan Kepolisian dapat bertindak. Sebab telah terjadi pelanggaran hukum di sana. Lalu bagaimana dengan asset yang ditempati oleh mereka yang tidak
tepat? Jayamuddin bilang, dalam hal itu Jaksa dan Polisi masih sulit untuk bertindak. Sebab bentuk pelanggarannya belum tegas. "Kalau hanya karena ditempati oleh orang yang tidak berhak, seharusnya departemen dan instansi masing-masing yang harus bertindak. Mereka yang harus kembalikan asset itu pada fungsinya semula," terangnya Katanya keadaan itu terjadi karena pemerintah, dalam hal ini Pempropsu dan jajarannya tidak menginventarisir asset itu dengan benar. "Bukan cuma tidak menginventarisir dengan benar, asset-aset di daerah ini bahkan tidak bersertifikat. Makanya gampang beralih hak," tukas Jayamuddin namun tak bersedia menyebutkan asset dimaksud. "Nantilah, kalau sudah lengkap datanya,
baru kita kasih tahu," janjinya.
Sementara itu di tempat terpisah, Wakil Ketua KPK Haryono Umar di Jakarta kepada Jawapos grupnya POSMETRO MEDAN kembali mengingatkan, agar departemen pemerintah lebih tegas menertibkan pemanfaatan rumah dinas yang bertebaran di seluruh wilayah. Pemanfaatan rumah dinas yang tak sesuai sama halnya dengan membiarkan kerugian negara. Himbauan penertiban penggunaan rumah dinas tersebut sebenarnya sudah
lama dilakukan. Sejauh ini, sudah ada beberapa departemen yang melaporkan pemanfaatan rumah tersebut. Diantaranya Sekretariat Negara, Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak), Depkumham, Depag dan Deplu. Namun, belum semua rumah-rumah dinas tersebut sesuai penggunaannya. Deplu, kata Haryono, saat ini masih ada 36 rumah yang dihuni orang tak
berhak. Mereka adalah para mantan diplomat yang telah purna tugas. ''Ya mereka adalah para mantan-mantan itu," ungkap Haryono, di gedung KPK, kemarin. Rumah itu, rata-rata beralamat di Jakarta. Di antaranya di kawasan Jagakarsa, Pondok Aren dan Kebayoran Lama.
Sebelumnya, KPK sempat menginventarisir ada 42 rumah dinas Deplu yang salah pemanfaatan. Namun, setelah muncul desakan pengembalian, 6 rumah di antaranya telah balik ke
penguasaan negara.
Di samping Deplu, tambah Haryono, KPK juga tengah mengejar pemanfaatan
rumah dinas yang milik Ditjen Pajak. Selama ini, ada 28 hektar tanah Ditjen Pajak yang diatasnya
berdiri ratusan rumah dinas. Menurut penelusuran komisi, hanya 24 persen yang ditempati para pegawai Ditjen Pajak. "Selebihnya sekitar 75 persen justru di tempati mereka yang tak berhak. Ini memprihatinkan," ujarnya. Selain itu, ada juga 7 rumah milik Depkumham, serta 8 rumah milik Depag yang belum kembali.
Untuk mengembalikan fungsi rumah dinas tersebut, KPK mendorong departemen yang bersangkutan untuk bersikap tegas kepada para penghuni tersebut. Sebab, terang Haryono,
salah satu tugas pegawai negeri, termasuk menjaga aset yang dimiliki negara. "Kalau rumah-rumah itu ternyata tak kembali berarti ada kerugian negara. Kalau tidak bisa menjaga aset berarti melalaikan tugas," tambahnya.
Dia menambahkan terhadap pengembalian aset negara tersebut, departemen yang bersangkutan juga dilarang keras untuk memberikan ganti kerugian meskipun penghuni saat ini sudah melakukan renovasi saat menempati rumah tersebut. "Tidak ada pemberian ganti rugi. Justru seharusnya rumah negara itu memang tidak boleh diapa-apakan dalam penggunaannya," terangnya. Saat dikonfirmasi Juru Bicara Departemen Luar Negeri Teuku Faizasyah
mengemukakan bahwa pihaknya memberikan tenggang waktu bagi mereka yang masih menempati rumah dinas untuk pindah ke tempat lain.
"Bagi yang tidak memiliki rumah, dalam dua bulan ini kita beri waktu untuk pindah ke rumah lain," ungkapnya. Sebelumnya, Deplu sudah mengambil langkah-langkah yang terkait kasus
ini. Di antaranya dengan melakukan pemanggilan, penyuratan dan rembug untuk memberitahukan pada pegawai deplu yang masih mendiami rumah
dinas tersebut. "Sudah ada yang mengembalikan rumahnya. Kami masih memproses
rumah-rumah yang masih ditempati. Tapi kita sudah memberitahukan pimpinan Deplu agar segera dapat mengosongkan rumah tersebut," lanjutnya. Faiz mengemukakan bahwa sebenarnya pihak-pihak yang masih tinggal di rumah dinas tersebut sudah mengetahui kalau mereka pada saatnya harus pindah. "Kalau ada yang belum keluar itu hanya masalah teknis
MEDAN | DNA - LSM PPHE (Perjuangan Politik Hukum Dan Ekonomi ) mengadukan Pain Tumanggor SH, Jaksa Penuntut Umum (JPU) perkara judi togel dengan terdakwa Tan Atju alias Acu ke Kejaksaaan Agung (Kejagung).
“Kita adukan JPU Pian Tumanggor ke Kejagung, karena dinilai tuntutannya kepada Acu, Ratu Togel Medan ini,terlalu ringan,” kata Jayamuddin Barus, Direktur Eksekutif LSM PPHE kepada wartawan di PN Medan, Kamis (17/12).
Selain ke Kajagung, kata dia, surat pengaduan juga sudah dilayangkan ke Kejari Medan, Kejaksaaan Tingggi Sumatera Utara (Kejatisu) dengan tembusan ke Presiden RI dan Ketua Komisi Kejaksaan di Jakarta.